Jumat, 01 Mei 2020

BUAT APA BELAJAR SEJARAH?



Kita mungkin heran mengapa sampai sekarang orang-orang terus menulis sejarah. Padahal selama ini sejarah tidak pernah dianggap sesuatu yang Sophisticated (mewah), tidak bergengsi dibandingkan ilmu kedokteran ataupun Insinyur. Tapi mengapa sampai sekarang bahkan saat saya menulis ini, sejarah masih saja ditulis dan dibahas?


Konon sejarah adalah ilmu pengetahuan paling tua di jagat raya ini. Jauh-jauh hari sekitar tahun 850 Sebelum Masehi, Homerus sudah menulis kisah-kisah sejarah dalam karyanya yang terkenal, Illiad dan Odysseus. Sekalipun bercampur dengan mitos, ceritanya tentang pasukan Troya pada perang antara Sparta dan Athena yang dia saksikan sendiri. 

Para Sejarawan berpendapat bahwa inilah sejarah pertama yang pernah dituliskan. Kalau kita mau berandai-andai, saat tulisan kuno di Mesir 2000 tahun sebelum masehi ditemukan mungkin orang sudah menulis sejarahnya. Sejak saat itu sampai detik ini, orang tidak berhenti menulis sejarah.

Kebijaksanaan agar kita bisa berlaku arif adalah hal terpenting yang diajarkan sejarah kepada kita. Hidup kita selalu berjalan ke depan. Tidak berjalan di tempat, apalagi berjalan kembali ke belakang. Tidak ada seorang pun tau apa yang akan terjadi di depan. Kita hanya bisa berkhayal tentang masa depan.

Tapi bagaimana khayalan bisa muncul dalam benak kita? Tiba-tiba sejarah itu bisa terjadi? Saya kira tidak. Khayalan muncul dari ketiadaan. Inilah bukti empiris bahwa semua orang butuh sejarah. Hal ini telah diajarkan dalam Al-Quran dalam Surah Al-Hasyr (59) : 18, "Wahai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah, hendaklah seorang melihat apa yang telah berlalu untuk (merencanakan) hari esok".

Dua per tiga isi Al-Quran menceritakan masa lalu. Masa depan kita akan menjadi lebih baik bila kita sanggup mengambil pelajaran kebajikan dari masa lalu. Masa lalu mengajarkan kita banyak hal yang sangat patut kita jadikan rujukan utama. Dengan sangat lugas Al-Quran selalu menegaskan kalimat semacam ini seusai bercerita, "mereka itu ummat-ummat (terdahulu) yang sudah lewat. Bagi mereka apa yang telah mereka perbuat dan bagi kalian apa yang telah kalian perbuat. Kalian tidak akan ditanya tentang apa yang telah mereka lakukan", (QS. Al-Baqarah [2] : 141).

Kalau sejarah bisa menjadi sangat menarik dan menghibur saat diceritakan hingga menjadi tempat rekreasi yang mengasikkan, itu hanya manfaat tambahan yang diberikan oleh sejarah. Sejarah kan tidak lebih dari cerita? Hanya saja berbeda satu setrip dari novel, komik, cerpen, cerbung, dan sebagainya. Manfaat tersebut dapat dirasakan bila sejarah ditulis dengan gaya bahasa sastra.

Semua orang pada dasarnya menyukai cerita. Oleh sebab itu tulisan-tulisan sejarah tradisional dibuat dalam bentuk tembang dan prosa yang begitu menawan. Babad Tanah Jawi dan Hikayat Melayu contohnya. Sehingga membacanya menjadi alat relaksasi yang menyenangkan. Sejarah memberikan manfaat kebajikan.

Namun, pada abad ke-16 sampai 19 banyak cerita yang dikarang-karang dengan tujuan bendawi sesaat. Di negeri kita contohnya, bagaimana para Raja, Bupati, dan bangsawan sengaja mengarang cerita yang tidak jelas sumbernya agar diakui sebagai "orang besar dan hebat". Bahkan yang lucu bangsawan-bangsawan ini mengupah para penulis "cerita sejarah" untuk membuat sejarah hidup keluarganya sebagai persyaratan diangkat menjadi pegawai Belanda.

Di zaman serba canggih dan modern seperti saat ini pun, manipulasi sejarah masih saja dilakukan. Bagaimana kekuasaan tanpa batas Soeharto dengan seenaknya membuat sejarah versi sendiri, banyak manipulatif, dan kadang-kadang tidak masuk akal. Bagaimana bisa peristiwa "Pendudukan jogja Enam Jam" tanggal 1 Maret 1949 menjadi sangat penting hanya karena salah satu anggota pasukan dalam peristiwa itu adalah Soeharto. Sementara itu, cerita Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berjuang mati-matian di tengah hutan mempertahankan kedaulatan RI yang tengah vacuum of  power dianggap kecil, hanya karena para pelakunya adalah tokoh-tokoh Masyumi yang menjadi lawan politik Soeharto.

Memang setiap orang berhak menuliskan sejarahnya sendiri. Akan tetapi kejujuran dan keberpihakan pada kebenaran alah keharusan untuk menuliskan sejarah yang benar dan bernilai tinggi. Kepicikan, keberpihakan pada orang atau golongan tertentu, dan kepentingan-kepentingan sesaat tidak pernah membuat sejarah dituliskan secara jujur. Pasti selalu akan ada distorsi. Sejarah yang distorsif tidak pernah mengajarkan kebijaksanaan tentang kebenaran sejarah manusia. 

Salah-salah sejarah yang distorsif malah hanya akan melahirkan dendam dan kebencian pada orang-orang yang sesungguhnya tidak perlu dibenci.

Sumber: Buku Jas Mewah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah dan Dakwah), karya Dr. Tiar Anwar Bachtiar.

1 komentar:

  1. Tanpa sejarah kita tak akan pernah bisa maju ...
    Itulah pepatah yang sering aku dengar dari petuah yang lebih tua.
    Dan memang benar adanya 🙂

    BalasHapus